A Hong Saat Dikursi Pesakitan |
Pasca Tuntutan Ringan Terdakwa
90.000 Extacy
SURABAYA, KRIMINAL PLUS
- Tuntutan 13 tahun penjara terhadap Hong Kok
Hong alias A Hong pemilik 90.000 (Sembilan puluh ribu) butir pil setan,
menunjukan kalau kinerja penegak hukum Kejaksaan Negeri Surabaya, terkesan
setengah hati dalam memberantas peredaran narkoba.
Pasalnya,
ancaman hukuman 13 tahun oleh JPU ( Jaksa Penuntut Umum ) tidak sebanding
dengan jumlah besar barang haram yang dimiliki oleh terdakwa A Hong. Apalagi, A
Hong dikenal sebagai seorang residivis narkoba kelas wahid di Surabaya.
Tuntutan
itu sangat berbeda, dibandingkan dengan perkara kepemilikan 25 butir extacy di
Tuban yang di tuntut 16 tahun penjara dan di vonis 13 tahun penjara. Juga kasus
kepemilikan 23 ribu butir pil extacy di Jawa Barat, yang dituntut hukuman mati.
Kalau dilihat dalam skala perkara kepemilikan 90 ribu butir pil setan yang
dimiliki A Hong, jelas lebih besar dari perkara kepemilikan 23 ribu butir pil
extacy. Namun, A Hong hanya diancam 13 tahun penjara.
Tuntutan
ringan yang di bacakan Darmawati Lahang selaku JPU Kejari Surabaya, sempat
membuat pengunjung sidang tersentak dan heran. Begitu juga dengan H. Yapi
selaku Ketua Majelis Hakim yang sempat tersenyum mendengarkan pembacaan
tuntutan itu. Dimana terdakwa diancam 13
tahun penjara denda 1 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan penjara. Karena
dinyatakan bersalah melanggar pasal
primer 114 ayat 2 subsider pasal 114 ayat 1 dan pasal 112 ayat 1 KUHP.
Anehnya,
Jaksa Penuntut Umum Darmawati Lahang usai persidangan terkesan menghindar dari wartawan.
Dengan sedikit tersenyum dia hanya menjawab, kalau dirinya hanya sebagai jaksa suruhan
yang mengganti untuk membacakan tuntutan terhadap terdakwa, ”Saya hanya di
suruh membacakan kok mas, karena jaksa yang menangani perkara ini tidak bisa
hadir,” ungkapnya sambil meninggalkan ruang persidangan.
Berbeda
dikatakan Iwan kuswardi, SH, kuasa hukum A Hong ketika dikonfirmasi.
Menurutnya, tuntutan 13 tahun terhadap kliennya itu sangat berat. Karena barang
haram sejumlah 90 ribu butir itu bukan milik kliennya, tetapi hanya titipan
temannya yang bernama Fery dan saat ini masih buron.
Ungkapan
Iwan tersebut terbalik jika di lihat dari perkataan sebelumnya. Saat itu Iwan mengatakan,
kalau terdakwa hanya bisa berdoa agar
diberi kesempatan untuk hidup (dituntut hukuman seumur hidup) bukan hukuman
mati.
Informasi
yang diterima Kriminal Plus, sejak kasus ini di limpahkan oleh pihak Kepolisian
ke Kejaksaan di bulan Februari 2012 lalu, Pihak Kejaksaan Negeri Surabaya sudah siap
memberikan dakawaan hukuman mati terkait kepemilikan 90 ribu extacy itu. Bahkan
team Jaksa Penuntut Umum yang diketuai oleh Arif Suryono, sebelum berkas
perkara tersebut di limpahkan ke pengadilan negeri Surabaya, sudah
mempersiapkan 3 orang jaksa untuk
menyidangkan berkas perkara tersebut.
Untuk
diketahui terdakwa A Hong ditangkap
anggota reskoba Polrestabes Surabaya di rumahnya kawasan kapasan pada awal
Desember tahun 2011 lalu. Saat penangkapan, ditemukan barang bukti sabu milik
terdakwa, dan dari hasil pemeriksaan urine, terdakwa positif menggunakan sabu.
Hasil
pengembangan penangkapan tersebut, pihak polisi menemukan barang bukti 90 ribu
extacy yang diisi didalam 5 dus karton di sebuah kamar Apartemen Metropolis Jl.
Tenggilis Mejoyo, Surabaya, milik terdakwa.
Selain
A Hong petugas kepolisian berhasil menanggkap Slamet warga Wedung Sari, Waru Sidoarjo,
yang di duga kurir extacy senilai puluhan milliar rupiah tersebut. Terdakwa A
Hong sendiri sebelumnya pernah di tangkap dalam kasus yang sama di Surabaya
bersama aktor senior Roy Marten beberapa tahun lalu. LM
I Wayan Titip : Kejagung Harus Turunkan Tim Pemeriksa
I Wayan Titip Sulaksana, SH |
SURABAYA,
KRIMINAL PLUS - Tuntutan ringan oleh JPU
Kejari Surabaya, terhadap A Hong terdakwa residivis narkoba di PN Surabaya,
membuat pakar hukum Universitas Airlangga I Wayan Titip Sulaksana, SH angkat
bicara.
Menurut
I Wayan Titip Sulaksana ketika dikonfirmasi Kriminal Plus, mengatakan kalau
tuntuan 13 tahun penjara yang dibacakan JPU kepada seorang residivis narkoba itu
sangat ringan. “Tuntutan itu sangat ringan dan patut dipertanyakan” tegasnya. Karena menurut dia, selain jumlahnya banyak,
barang bukti narkoba itu merusak mental dan masa depan jutaan masyarakat
Indonesia. “Seharusnya terdakwa itu dituntut hukuman mati” lanjutnya.
Dia juga mengatakan, adanya tuntutan ringan
terhadap terdakwa yang notabene bandar besar narkoba, menandakan kalau hukum
kembali mandul dalam melaksanakan pemberantasan narkoba.
Masih
menurut Wayan, Institusi Adhyaksa harus tegas dalam menyikapi persoalan
narkoba, karena pihak kepolisian yang sudah bersusah payah mengungkap kasus
tersebut, namun kejaksaan dengan menjerat terdakwa dengan tuntutan ringan.
Untuk
itu diminta, Kejaksaan Agung segera menurunkan tim pemeriksa dan pengawas ke
Kejaksaan Tinggi Jatim dan Kejaksaan Negeri Surabaya terkait tuntutan ringan
tersebut. “Seharusnya Kejaksaan Agung segera menurunkan tim pemeriksa dan
pengawas untuk segera turun ke Kejaksaan Tinggi Jatim dan ke Kejari Surabaya
untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan terkait tuntutan ringan tersebut”
tandasnya.
Tuntutan
ringan yang di bacakan Darmawati Lahang selaku JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejari
Surabaya, dimana terdakwa terbukti memiliki 90.000 butir pil extacy, diancam 13
tahun penjara denda 1 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan penjara. Dan
dinyatakan bersalah melanggar pasal
primer 114 ayat 2 subsider pasal 114 ayat 1 dan pasal 112 ayat 1 KUHP. LM/ring
0 komentar:
Posting Komentar