Kejari Surabaya Setengah Hati Tuntut Bandar Narkoba Kelas Wahid

Jumat, 17 Agustus 2012


A Hong Saat Dikursi Pesakitan
Pasca Tuntutan Ringan Terdakwa 90.000 Extacy 

SURABAYA, KRIMINAL PLUS -  Tuntutan 13 tahun penjara terhadap Hong Kok Hong alias A Hong pemilik 90.000 (Sembilan puluh ribu) butir pil setan, menunjukan kalau kinerja penegak hukum Kejaksaan Negeri Surabaya, terkesan setengah hati dalam memberantas peredaran narkoba.

Pasalnya, ancaman hukuman 13 tahun oleh JPU ( Jaksa Penuntut Umum ) tidak sebanding dengan jumlah besar barang haram yang dimiliki oleh terdakwa A Hong. Apalagi, A Hong dikenal sebagai seorang residivis narkoba kelas wahid di Surabaya.

Tuntutan itu sangat berbeda, dibandingkan dengan perkara kepemilikan 25 butir extacy di Tuban yang di tuntut 16 tahun penjara dan di vonis 13 tahun penjara. Juga kasus kepemilikan 23 ribu butir pil extacy di Jawa Barat, yang dituntut hukuman mati. Kalau dilihat dalam skala perkara kepemilikan 90 ribu butir pil setan yang dimiliki A Hong, jelas lebih besar dari perkara kepemilikan 23 ribu butir pil extacy. Namun, A Hong hanya diancam 13 tahun penjara.

Tuntutan ringan yang di bacakan Darmawati Lahang selaku JPU Kejari Surabaya, sempat membuat pengunjung sidang tersentak dan heran. Begitu juga dengan H. Yapi selaku Ketua Majelis Hakim yang sempat tersenyum mendengarkan pembacaan tuntutan itu.  Dimana terdakwa diancam 13 tahun penjara denda 1 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan penjara. Karena dinyatakan bersalah  melanggar pasal primer 114 ayat 2 subsider pasal 114 ayat 1 dan pasal 112 ayat 1 KUHP.

Anehnya, Jaksa Penuntut Umum Darmawati Lahang usai persidangan terkesan menghindar dari wartawan. Dengan sedikit tersenyum dia hanya menjawab, kalau dirinya hanya sebagai jaksa suruhan yang mengganti untuk membacakan tuntutan terhadap terdakwa, ”Saya hanya di suruh membacakan kok mas, karena jaksa yang menangani perkara ini tidak bisa hadir,” ungkapnya sambil meninggalkan ruang persidangan.

Berbeda dikatakan Iwan kuswardi, SH, kuasa hukum A Hong ketika dikonfirmasi. Menurutnya, tuntutan 13 tahun terhadap kliennya itu sangat berat. Karena barang haram sejumlah 90 ribu butir itu bukan milik kliennya, tetapi hanya titipan temannya yang bernama Fery dan saat ini masih buron.

Ungkapan Iwan tersebut terbalik jika di lihat dari perkataan sebelumnya. Saat itu Iwan mengatakan, kalau terdakwa  hanya bisa berdoa agar diberi kesempatan untuk hidup (dituntut hukuman seumur hidup) bukan hukuman mati.

Informasi yang diterima Kriminal Plus, sejak kasus ini di limpahkan oleh pihak Kepolisian ke Kejaksaan  di bulan  Februari 2012 lalu,  Pihak Kejaksaan Negeri Surabaya sudah siap memberikan dakawaan hukuman mati terkait kepemilikan 90 ribu extacy itu. Bahkan team Jaksa Penuntut Umum yang diketuai oleh Arif Suryono, sebelum berkas perkara tersebut di limpahkan ke pengadilan negeri Surabaya, sudah mempersiapkan 3 orang jaksa untuk  menyidangkan berkas perkara tersebut.

Untuk diketahui terdakwa  A Hong ditangkap anggota reskoba Polrestabes Surabaya di rumahnya kawasan kapasan pada awal Desember tahun 2011 lalu. Saat penangkapan, ditemukan barang bukti sabu milik terdakwa, dan dari hasil pemeriksaan urine, terdakwa positif menggunakan sabu.

Hasil pengembangan penangkapan tersebut, pihak polisi menemukan barang bukti 90 ribu extacy yang diisi didalam 5 dus karton di sebuah kamar Apartemen Metropolis Jl. Tenggilis Mejoyo, Surabaya, milik terdakwa.

Selain A Hong petugas kepolisian berhasil menanggkap Slamet warga Wedung Sari, Waru Sidoarjo, yang di duga kurir extacy senilai puluhan milliar rupiah tersebut. Terdakwa A Hong sendiri sebelumnya pernah di tangkap dalam kasus yang sama di Surabaya bersama aktor senior Roy Marten beberapa tahun lalu. LM 

I Wayan Titip : Kejagung Harus Turunkan Tim Pemeriksa

I Wayan Titip Sulaksana, SH
SURABAYA, KRIMINAL PLUS - Tuntutan ringan oleh JPU Kejari Surabaya, terhadap A Hong terdakwa residivis narkoba di PN Surabaya, membuat pakar hukum Universitas Airlangga I Wayan Titip Sulaksana, SH angkat bicara.

Menurut I Wayan Titip Sulaksana ketika dikonfirmasi Kriminal Plus, mengatakan kalau tuntuan 13 tahun penjara yang dibacakan JPU kepada seorang residivis narkoba itu sangat ringan. “Tuntutan itu sangat ringan dan patut dipertanyakan” tegasnya.  Karena menurut dia, selain jumlahnya banyak, barang bukti narkoba itu merusak mental dan masa depan jutaan masyarakat Indonesia. “Seharusnya terdakwa itu dituntut hukuman mati” lanjutnya.

 Dia juga mengatakan, adanya tuntutan ringan terhadap terdakwa yang notabene bandar besar narkoba, menandakan kalau hukum kembali mandul dalam melaksanakan pemberantasan narkoba.

Masih menurut Wayan, Institusi Adhyaksa harus tegas dalam menyikapi persoalan narkoba, karena pihak kepolisian yang sudah bersusah payah mengungkap kasus tersebut, namun kejaksaan dengan menjerat terdakwa dengan tuntutan ringan.

Untuk itu diminta, Kejaksaan Agung segera menurunkan tim pemeriksa dan pengawas ke Kejaksaan Tinggi Jatim dan Kejaksaan Negeri Surabaya terkait tuntutan ringan tersebut. “Seharusnya Kejaksaan Agung segera menurunkan tim pemeriksa dan pengawas untuk segera turun ke Kejaksaan Tinggi Jatim dan ke Kejari Surabaya untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan terkait tuntutan ringan tersebut” tandasnya.

Tuntutan ringan yang di bacakan Darmawati Lahang selaku JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejari Surabaya, dimana terdakwa terbukti memiliki 90.000 butir pil extacy, diancam 13 tahun penjara denda 1 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan penjara. Dan dinyatakan bersalah  melanggar pasal primer 114 ayat 2 subsider pasal 114 ayat 1 dan pasal 112 ayat 1 KUHP. LM/ring

0 komentar:

Posting Komentar

Berita Kasus